
Weekend di Bandung, Sabtu-Minggu, 6-7 Juni 2009 lalu, sungguh menyenangkan. Selain bertemu band indie, ‘ALTZ Band’, menikmati ‘Batagor Riri’, ngintip factory outlet ‘Jetset’, sekaligus nguping musik di ‘Fame Station’ yang lokasinya semakin memuncak dan dingin. Sungguh mengesankan, dalam sehari bisa menikmati segalanya.
Termasuk menyaksikan ‘Kuburan’, barudak Bandung yang melejit lewat single ‘Lupa-Lupa Ingat’. Karenanya, catatan musikal ini pun mengalir mengikuti reportoar ‘Kuburan’ yang berlangsung sekitar satu jam. Sama sekali tak ada kesan menyeramkan, kecuali lelucon khas anak gaul Bandung, ngabodor.
Dalam industri musik, ketika sebuah nama sontak popular selalu saja ada kisah fenomenal yang menyertainya. Sejumlah alasan bisa dikemukakan, tentang penyebab popularitas itu. Meski sampai detik ini, tak seorang produser musik pun yang memiliki teori baku bagaimana membuat sebuah nama menjadi populer.
Ini bermakna bahwa popularitas selalu terukur, tapi popularitas tak bisa diciptakan. Popularitas lahir begitu saja tanpa tedeng aling-aling. Popularitas tak pernah permisi untuk mendatangi kita. Dia bisa muncul sesuka hati, kapan saja dan dimana saja pada siapa saja, termasuk pada ‘Kuburan’, yang kini tengah menikmati, asiknya menjadi pesohor.
TERUKURNYA POPULARITAS
Jumlah pengunjung Fame Station, café dengan jargon ‘All I Want is You’, malam minggu lalu sesungguhnya tidak begitu crowded. Namun dari usia rata-rata pengunjung yang hadir, adalah remaja penggandrung trend musik. Tak nampak ada diantara mereka yang memake-up wajah mereka seperti “topeng” a la ‘Kuburan’. T-Shirt mereka pun tak ada yang mengesankan sebagai groupist band yang dimotori oleh Udhe (keyboard), Raka (guitar 1), Dino (drum), Donny (guitar 2), Denny (bas), dan Priya (vokal).
Dalam konteks antusiasme penggemar atau pasar inudstri musik, memang belum ada yang istimewa dari 'Kuburan', namun lihatlah animo masyarakat untuk mengetahui profile 'Kuburan' melalui mesin pencari informasi terlengkap google.
Ada 9 cara 'keyword' atau pengetikan nama yang digunakan untuk mencari data atau informasi serta berita tentang ‘Kuburan’, setidaknya sampai tulisan ini dibuat pada Selasa, 9 Juni 2009.
Yang mengetik kata ‘Kuburan Band’, jumlah mencapai angka 2.020.000 orang
Kata ‘Kuburan Lupa Lupa Ingat’, 61.200 orang
Kata ‘Kuburan Band Lupa Lupa Ingat’, 7.540 orang
Kata ‘Kuburan MP3’, 80.500 orang
Kata ‘Kuburan Band MP3’, mencapai angka 14.200 orang.
Total jumlah orang yang mencari informasi tentang ‘Kuburan’ band melalui situs pencari paling mutakhir, Google, mencapai angka fantastis, yakni 2.183.440 orang.
Ini yang menarik, dari sejumlah ‘kombinasi kata’ untuk mencari informasi tentang ‘Kuburan’, data yang disajikan lewat google sebagian besar informasi dari ratusan blogs anak muda penyuka musik yang didalamnya berisi pendapat pro-kontra.
Seperti komentar dari sebuah blogs berikut ini;
PRO: Rist Lawliet Says: May 13th, 2009 at 9:05 pm: Lagunya bikin ngakak, 75% dari albumnya bakal bikin kamu ketawa!! Rist Lawliets last blog post..Ternyata…
KONTRA: Rika Says: May 19th, 2009 at 12:07 pm Met yah bwat label !!
Sukses lg ngrusak metamorfosa musik Indo Smakin jauh ketinggalan dari luar !!!Kayaknya musik kita ud ketinggalan 30 taon, skarang jadi 50 taon..
Sebagian besar lainnya adalah informasi tentang lirk lagu dan MP3. Sisanya, berita dari beberapa media massa., diantaranya berita dari media online, seperti Kapan Lagi Com, lengkap dengan foto-foto terbaru mereka.
Sudahkah anda mengukur popularitas band idola anda masing-masing dengan cara sederhana seperti ‘Kuburan’, yang secara kasat mata popularitas mereka terukur. Setidaknya sampai catatan ini di publish, 'Kuburan' berhaisl menjual cd hingga mencapai angka 15.000 keping. Sementara download RBT nya belum ada kabar resmi.
PENTINGNYA MUSIKALITAS
"Sejak awal berdiri kita memang sudah komit untuk siap tidak terkenal. Oleh karena itu kita akan membubarkan diri saat sudah terkenal nanti," kata Raka, gitaris ‘Kuburan’ dalam sebuah wawancara.
Ungkapan tersebut mengesankan , bahwa ‘Kuburan’ lebih mengedepankan musikalitas ketimbang popularitas. Ini baru anak band, bathin saya mendengar omongan itu.
Namun, saat menyaksikan penampilan mereka di Fame Station Bandung minggu malam silam, saya justru tidak menangkap kesan musikal yang kental sebagai refleksi dari ucapan Raka di atas.
Demikian halnya dengan sisi popularitas yang kuat. Tadinya saya berpikir bakal melihat serombongan anak muda dengan penampilan "menyeramkan" seperti a la 'Kuburan'. Senyatanya tidak. Tak satupun gaya penonton yang mengikuti gaya kostum mereka termasuk T-Shirt yang bertuliskan Kuburan).
Kembali ke musikalitas 'Kuburan' saat mereka tampil di Fame Station Bandung.
Untuk menunggu penampilan ‘Kuburan’ usai home band café, penonton harus bersabar selama hamper sejam. Lama dan melelahkan menyaksikan crew band yang mondar-mandir di atas panggung, dengan cahaya center pada setiap instrument band dan sound system, sampai terdengar keluhan ringan dari penonton.
Saya pastikan, crew band tidak siap bekerja lebih cepat dan cermat. Terbukti diawal reportoar ‘Kuburan’ yang mengusung lagu ‘Tua-Tua Klabing’, sound guitar Raka mengalami feedback. Sangat mengganggu sampai pada reportoar kedua mereka. Sudah lama kacau pula.
Meski mereka dikenal lewat lagu ‘Lupa-Lupa Ingat’, namun saya mencatat ada 2 lagu lainnya yang masuk dalam list song of performances, yang secara musical patut diapresiasi sebagai sebuah upaya kreatif yang menjanjikan bahwa ‘Kuburan’ punya masa depan musical yang perlu diperhitungkan. Yakni lagu ‘Tua-Tua Klabing’ dan ‘Euis’.
Seperti yang kerap saya gulirkan dalam setiap catatan musikal, bahwa seniman yang sejati sesungguhnya seniman yang tidak melepaskan akar sosio-kulturalnya. Yaa, wajah sosial budaya masyarakat dimana seniman dilahirkan dan dibesarkan senantiasa menjadi alat pijak yang bisa mengantarkan para seniman melahirkan karya-karya orisinil dan mumpuni terhadap perkembangan masyarakat.
Tentu saja filosofi itu termata berat buat ukuran band pendatang baru, namun ‘Kuburan’, menurut saya berhasil merefleksikannya pada dua nomor tersebut di atas. Pada nomor ‘Tua-Tua Klabing’, tentu saja plesetan dari lagu popular milik Anggun C. Sasmi, ‘Tua-Tua Keladi’. Sikap kritis mereka terhadap gaya hidup orang tua yang masih seperti anak muda itu, penuh enerji dalam kemasan aransemen dance music. Lucu, namun memiliki pesan moral yang aktual.
Malam itu, ‘Kuburan’ mengemas reportoarnya dengan 2 dancer yang berbusana pocong. Semua mata pun tersita ke seluruh sisi panggung sembari terbahak tentu saja.
Demikian halnya dalam nomor ‘Euis’. Sebuah kata yang mencitrakan sosok perempuan Sunda cantik penuh pesona tradisi. Pesannya ringan, bahwa di zaman modern saat ini, masih ada sosok perempuan yang menjaga martabatnya dan norma tradisinya. Tiba-tiba sosok mojang geulis tampil menari Jaipong dengan alunan musik Sunda melau cd player, kemudian musik ‘Kuburan’ yang dibalut dalam kemasan msuik SKA, sejenak berhenti dan ikut menari.
Mengejutkan sekaligus mencerdaskan penonton. Betapa ditengah hiruk-pikuk musik modern di panggung-panggun hiburan modern, ‘Kuburan’ berhasil menegaskan asal muasal mereka. Tepatnya, ‘Kuburan’, setidaknya melalui dua nomor tadi, berhasil menegaskan akar social-budaya mereka. That’s the great point!
Saya tak begitu peduli, kenapa mereka bisa populer secepat kedipan mata. Mungkin kita hanya mengenal mereka saat menghiasi layer kaca dan alunan lagi di berbagai station radio. Tapi saya meyakini, bahwa sejak awal ‘Kuburan’ telah memiliki konsep musikal yang menarik meskipun belum bias dibuktikan apakah konsep ini akan produktif selama mereka nge-band.
Salah satu indikasi kuat ‘Kuburan’ memiliki konsep musikalitas yang kreatif dan cenderung kuat adalah dengan menggunakan stand mic dari sosok manusia yang menggunakan busana dan topeng hitam. Sepanjang reportoar, sosok pria pegganti stand mic itu terus duduk di bibir panggung sembari mengangkat kedua tangannya ke atas untuk dudukan mic Priya. Sesekali ia juga berdiri, bertepuk tangan saat Priya sedang memegang mic dan sesekali Priya memijit pundak sang stand mic. Lucu sekaligus menunjukkan pada kita bahwa dalam dunia hiburan kekuata utamanya ada pada kreatifitas dan inovasi.
SEBELUM GADING RETAK
Seperti kata pepatah, ‘tak ada gading yang tak retak’, demikian halnya dengan ‘Kuburan’. Secara keseluruhan apa yang mereka tampilkan di atas panggung Fame Station, bukanlah sebuah pertunjukan tanpa retak.
Suara Priya misalnya, dari semua reportoar-nyatak satu pun ia menyanyi dengan power full. Beberapa malah out of tune. Konon, kata seorang teman, sebelum tampil malam itu, mereka habis show di dua panggung hiburan. Capek. Tapi popularitas seharusnya tidak mengenal kata capek, jika ada tim manajemen yang bekerja profesional dibelakangnya.
Mumpung lagi popular, kerap membunuh karakter para pesohor. Andai saja ‘Kuburan’ hanya memilih 1 atau dua titik saja, kemungkinan yang terdengar oleh penonton adalah suara Priya dengan kemampuan prima.
Demikian halnya dengan tempo lagu yang kerap tidak konsisten, sering berubah-ubah. Boleh Karen alas an kecapekan atau sebaliknya karena mereka terlampau emosionil menyaksikan antusiasme penonton yang berjingkrak-jingkrak sejak awal lagu sampai lampu panggung padam.
Yaa, sebelum gading itu retak, ada baiknya ‘Kuburan’ belajar dari pengalaman sejumlah pendahulu mereka, yang lupa diri, lupa spirit, lupa citra diri sebagai seorang seniman, terkubur oleh gegap gempita popularitas. Dan, sebentar lagi mereka akan terusik oleh kehadiran uang dan wanita. Satu hal lagi, make up yang sepertinya "menyeramkan" padahal lucu itu, bukan modal utama untuk terus bertahan di ranah industri musik. Jangan lupa, band sekelas 'KISS' dan 'TWISTED SISTER' pun tak mampu menutupi wajah mereka sampai uzur.
Begitulah, ketika “Kuburan” bermusik tiba-tiba semua mata beralih padanya. Sontak mereka menjadi populer. Semoga saja tidak sampai lupa diri dan menggali lubang untuk “kuburan” sendiri..
sumber:
Dukungan 666.666 Metalheads Anti Kuburan Band
Tidak ada komentar:
Posting Komentar